NARASI, BERITABORNEO.CO.ID – Beberapa waktu belakangan, jagat media sosial Indonesia ramai memperbincangkan fenomena “Joget THR” — sebuah tren yang seringkali menampilkan orang-orang, baik individu maupun kelompok, berjoget dengan ekspresi gembira menyambut datangnya Tunjangan Hari Raya (THR).
Netizen banyak merespon pro dan kontra terkait jogetan tersebut mirip dengan tarian yahudi. Lantas bagaimana menyikapi hal tersebut. Tarian sebuah budaya yang dilakukan semata-mata untuk merayakan kebahagiaan.
Dalam Islam merayakan sebuah kebahagiaan atau perayaan tindakan boleh-boleh saja. Asalkan tidak melanggar syari’at Islam (Berlebihan).
Bahakan dalam sejarah Nabi Muhammad saw., terdapat riwayat bahwa para budak Habasyah menari di masjid Nabawi pada hari raya, dan Nabi tidak hanya membiarkan, tetapi juga menyaksikannya bersama ‘Aisyah. Dalam hadits disebutkan:
قالت عائشة: دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وعندي جاريتان تغنيان بغناء بعاث، فاضطجع على الفراش وحول وجهه، ودخل أبو بكر فانتهرني وقال: مزمار الشيطان عند رسول الله؟ فأقبل عليه رسول الله فقال: «دعهما»
“‘Aisyah berkata: Rasulullah saw. masuk menemuiku dan di sisiku ada dua gadis kecil yang sedang menyanyi dengan lagu perang Bu’ats. Beliau pun berbaring di atas tempat tidur dan memalingkan wajahnya. Kemudian Abu Bakar masuk dan menegurku: ‘Seruling setan di rumah Rasulullah?’ Maka Nabi menoleh kepadanya dan bersabda: ‘Biarkan mereka.’” (HR. Bukhari).
Kemudian, kembali lagi pada tujuan perayaan tersebut untuk kemaksiatan atau bukan. Apabila dilakukan untuk merayakan hal ke maksiatan makanya tidak boleh dan begitu juga sebaliknya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan konsep tasyabbuh bukan berdasar pada kemiripan fisik semata, tetapi pada niat mengikuti identitas agama atau sistem kepercayaan tertentu. Dalam Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim, beliau menyatakan:
فمتى اختص الكفار بشيء من الأمور، فإنه يكون من شعارهم، فمتى فعل المسلم ذلك على وجه التَّشَبُّه بهم، فهو حرام
“Apabila orang-orang kafir memiliki kekhususan dalam suatu hal, maka itu menjadi syi’ar (simbol khas) mereka. Maka, jika seorang Muslim melakukan hal itu dalam rangka menyerupai mereka, maka hukumnya haram.”
Menurut, hadis diatas ‘tasyabbuh’ yang beranti umat Islam harus berhati-hati dalam melaksanakannya. Kembali lagi pada unsur niat bagaimana tergantung pada niatnya.
Semoga bagi umat Islam harus lebih dewasa melakukan tindakan dan tidak boleh membandingkan sesuatu yang bukan kadarnya. Tetap jaga keharmonisan dan kerukunan bagi umat Islam khususnya.